Hasan (Aku), Seorang pemuda yang masih tergolong berada dan punya tingkat stratifikasi sosial yang tinggi di desa asalnya,meninggalkan orang tuanya dan memulai kehidupan baru di kota Bandung dengan tinggal bersama bibinya dan bekerja pada sebuah kantor jawatan pemerintah. Kehidupan sehari-harinya masih berjalan normal sebagaimana dari sejak dulu ia menjalani kehidupan hingga dia bertemu Rusli dan Kartini.
Berawal dari ajakan Rusli, kawan masa kecilnya dulu yang secara tidak sengaja bertemu lagi sekarang setelah lama berpisah, untuk bertamu kerumahnya dan terlebih lagi ada perasaan tertentu yang menghinggapinya kala bertemu dengan Kartini, yang merupakan kawan Rusli, pertama kali berjumpa, Hasan jadi sering mampir kerumah Rusli. Dan mulailah Hasan mencebur dalam pergaulan Rusli dan Kartini, dan kawan-kawan mereka, yang merupakan aktivis ideologi marxis.
Hasan yang dulunya tetap mampu hidup sebagaimana biasa di desanya walaupun berada ditengah-tengah kemodern kota Bandung, mulai berubah. Hal yang utama adalah menyangkut sisi rejiusitas yang selama ini sanggup dipegang teguhnya. Semakin ia berkumpul dalam forum-forum diskusi pemikiran marxis Rusli daqn kawan-kawannya, juga semakin akrab ia dengan Rusli dan kawan-kawannya, mulai semakin tak perlahan Hasan meninggalkan gaya hidupnya yang lama.
Tentu saja ideology marxis akan sangat menubruk pemahaman keagamaan yang sangat tradisionalnya Hasan. Dan ini juga tak berlangsung mudah. Pada awalnya Hasan masih sangat keras untuk berusaha melawan jalan pemikiran kawan-kawan marxisnya. Hal ini ditunjukan tekadnya suatu kali untuk menyadarkan Rusli untuk kembali kejalan yang benar. Dengan semangat ia mendatangi Rusli, namun ternyata Hasan kala berdebat.
Rusli di gambarkan sosok yang sangat cerdas dan pintar berwacana, tidak sebanding dengan Hasan yang masih sederhana wawasan maupun pola pikirnya. Hasan menyerah ia bergabung dalam lingkungan marxis itu dan terus tambah terpengaruh.
Sewaktu ia saat kembali kerumah orangtuanya di desa wanaraja, kebetulan sama Anwar ( salah seorang kawan maexisnya yang paling gila ), ia bahkan berani untuk berterus terang kepada orang tuanya tentang pemahaman keimanan terbarunya. Dan tentu saja untuk itu Hasan harus mambayar dengan perpisahan untuk selamanya.
Namun ditengah keterus menceburan Hasan kedalam lingkungan marxis, ia sebetulnya juga tak sepenuhnya sanggup dan mau untuk mengikuti ideology tersebut. Keberadaan seorang Kartinilah yang menjadi perangsang baginya untuk terus berada di komunitas yang membuat ia kebanyakan hanya menjadi penonton yang pasif dalam berbagai saling lempar wacana yang ada.
Hingga akhirnya Hasan kawin dengan Kartini dan pada awalnya berbahagia sentosa raya. Tentu tak lama pula, datanglah masa sengsara, Hasan dan Kartini mulai saling bertengkar. Dan pertengkaran ini pun berujungkan perpisahan. Sumber konfliknya adalah, utamanya ketidaksukaan gaya hidup modern Kartini. Hasan masih memendam cara pikir yang konservatifnya ternyata. Dan memang begitulah.
Dalam keterlibatan ia berkecimpung dalam dunia kaum “ATHEIS”, ia masih mendekap erat pandangan-pandangan masa lalunya. Dan pertentangan pikiran ini cukup menyiksa hari-hari Hasan. Yang hanya sanggup diobati, awalnya, dengan impian akan keanggunan Kartini, tetapi selain itu Hasan pun berhadapan dengan penderitaan fisik berupa penyakit paru-paru yang dideritanya.
Suatu hari Hasan mengetahui bahwa di suatu hotel Anwar pernah berniat memperkosa Kartini, dalam marah ketika berjalan mencari Anwar, ia ditembak oleh tentara Jepang yang menuduhnya mata-mata. Hasan tersungkur oleh terjangan peluru dan mengucap takbir ( Allahuakbar ), sisa-sisa relijiusitas ayng terpendam dihatinya selama ini keluar juga akhirnya. Ia mati di penjara sebab dikabarkan tak sanggup menahan siksa. Kartini sangat sedih dan terpukul begitu mendengar kabar kematian Hasannya tercinta.
Berawal dari ajakan Rusli, kawan masa kecilnya dulu yang secara tidak sengaja bertemu lagi sekarang setelah lama berpisah, untuk bertamu kerumahnya dan terlebih lagi ada perasaan tertentu yang menghinggapinya kala bertemu dengan Kartini, yang merupakan kawan Rusli, pertama kali berjumpa, Hasan jadi sering mampir kerumah Rusli. Dan mulailah Hasan mencebur dalam pergaulan Rusli dan Kartini, dan kawan-kawan mereka, yang merupakan aktivis ideologi marxis.
Hasan yang dulunya tetap mampu hidup sebagaimana biasa di desanya walaupun berada ditengah-tengah kemodern kota Bandung, mulai berubah. Hal yang utama adalah menyangkut sisi rejiusitas yang selama ini sanggup dipegang teguhnya. Semakin ia berkumpul dalam forum-forum diskusi pemikiran marxis Rusli daqn kawan-kawannya, juga semakin akrab ia dengan Rusli dan kawan-kawannya, mulai semakin tak perlahan Hasan meninggalkan gaya hidupnya yang lama.
Tentu saja ideology marxis akan sangat menubruk pemahaman keagamaan yang sangat tradisionalnya Hasan. Dan ini juga tak berlangsung mudah. Pada awalnya Hasan masih sangat keras untuk berusaha melawan jalan pemikiran kawan-kawan marxisnya. Hal ini ditunjukan tekadnya suatu kali untuk menyadarkan Rusli untuk kembali kejalan yang benar. Dengan semangat ia mendatangi Rusli, namun ternyata Hasan kala berdebat.
Rusli di gambarkan sosok yang sangat cerdas dan pintar berwacana, tidak sebanding dengan Hasan yang masih sederhana wawasan maupun pola pikirnya. Hasan menyerah ia bergabung dalam lingkungan marxis itu dan terus tambah terpengaruh.
Sewaktu ia saat kembali kerumah orangtuanya di desa wanaraja, kebetulan sama Anwar ( salah seorang kawan maexisnya yang paling gila ), ia bahkan berani untuk berterus terang kepada orang tuanya tentang pemahaman keimanan terbarunya. Dan tentu saja untuk itu Hasan harus mambayar dengan perpisahan untuk selamanya.
Namun ditengah keterus menceburan Hasan kedalam lingkungan marxis, ia sebetulnya juga tak sepenuhnya sanggup dan mau untuk mengikuti ideology tersebut. Keberadaan seorang Kartinilah yang menjadi perangsang baginya untuk terus berada di komunitas yang membuat ia kebanyakan hanya menjadi penonton yang pasif dalam berbagai saling lempar wacana yang ada.
Hingga akhirnya Hasan kawin dengan Kartini dan pada awalnya berbahagia sentosa raya. Tentu tak lama pula, datanglah masa sengsara, Hasan dan Kartini mulai saling bertengkar. Dan pertengkaran ini pun berujungkan perpisahan. Sumber konfliknya adalah, utamanya ketidaksukaan gaya hidup modern Kartini. Hasan masih memendam cara pikir yang konservatifnya ternyata. Dan memang begitulah.
Dalam keterlibatan ia berkecimpung dalam dunia kaum “ATHEIS”, ia masih mendekap erat pandangan-pandangan masa lalunya. Dan pertentangan pikiran ini cukup menyiksa hari-hari Hasan. Yang hanya sanggup diobati, awalnya, dengan impian akan keanggunan Kartini, tetapi selain itu Hasan pun berhadapan dengan penderitaan fisik berupa penyakit paru-paru yang dideritanya.
Suatu hari Hasan mengetahui bahwa di suatu hotel Anwar pernah berniat memperkosa Kartini, dalam marah ketika berjalan mencari Anwar, ia ditembak oleh tentara Jepang yang menuduhnya mata-mata. Hasan tersungkur oleh terjangan peluru dan mengucap takbir ( Allahuakbar ), sisa-sisa relijiusitas ayng terpendam dihatinya selama ini keluar juga akhirnya. Ia mati di penjara sebab dikabarkan tak sanggup menahan siksa. Kartini sangat sedih dan terpukul begitu mendengar kabar kematian Hasannya tercinta.
jadi ?? hee
BalasHapus