slide

8 April 2011

Atheis

Hasan (Aku), Seorang pemuda yang masih tergolong berada dan punya tingkat stratifikasi sosial yang tinggi di desa asalnya,meninggalkan orang tuanya dan memulai kehidupan baru di kota Bandung dengan tinggal bersama bibinya dan bekerja pada sebuah kantor jawatan pemerintah. Kehidupan sehari-harinya masih berjalan normal sebagaimana dari sejak dulu ia menjalani kehidupan hingga dia bertemu Rusli dan Kartini.
     Berawal dari ajakan Rusli, kawan masa kecilnya dulu yang secara tidak sengaja bertemu lagi sekarang setelah lama berpisah, untuk bertamu kerumahnya dan terlebih lagi ada perasaan tertentu yang menghinggapinya kala bertemu dengan Kartini, yang merupakan kawan Rusli, pertama kali berjumpa, Hasan jadi sering mampir kerumah Rusli. Dan mulailah Hasan mencebur dalam pergaulan Rusli dan Kartini, dan kawan-kawan mereka, yang merupakan aktivis ideologi marxis.
     Hasan yang dulunya tetap mampu hidup sebagaimana biasa di desanya walaupun berada ditengah-tengah kemodern kota Bandung, mulai berubah. Hal yang utama adalah menyangkut sisi rejiusitas yang selama ini sanggup dipegang teguhnya.  Semakin ia berkumpul dalam forum-forum diskusi pemikiran marxis Rusli daqn kawan-kawannya, juga semakin akrab ia dengan Rusli dan kawan-kawannya, mulai semakin tak perlahan Hasan meninggalkan gaya hidupnya yang lama.
     Tentu saja ideology marxis akan sangat menubruk pemahaman keagamaan yang sangat tradisionalnya Hasan. Dan ini juga tak berlangsung mudah. Pada awalnya Hasan masih sangat keras untuk berusaha melawan jalan pemikiran kawan-kawan marxisnya. Hal ini ditunjukan tekadnya suatu kali untuk menyadarkan Rusli untuk kembali kejalan yang benar. Dengan semangat ia mendatangi Rusli, namun ternyata Hasan kala berdebat.
     Rusli di gambarkan sosok yang sangat cerdas dan pintar berwacana, tidak sebanding dengan Hasan yang masih sederhana wawasan maupun pola pikirnya. Hasan menyerah ia bergabung dalam lingkungan marxis itu dan terus tambah terpengaruh.
     Sewaktu ia saat kembali kerumah orangtuanya di desa wanaraja, kebetulan sama Anwar ( salah seorang kawan maexisnya yang paling gila ), ia bahkan berani untuk berterus terang kepada orang tuanya tentang pemahaman keimanan terbarunya. Dan tentu saja untuk itu Hasan harus mambayar dengan perpisahan untuk selamanya.
     Namun ditengah keterus menceburan Hasan kedalam lingkungan marxis, ia sebetulnya juga tak sepenuhnya sanggup dan mau untuk mengikuti ideology tersebut. Keberadaan seorang Kartinilah yang menjadi perangsang baginya untuk terus berada di komunitas yang membuat ia kebanyakan hanya menjadi penonton yang pasif dalam berbagai saling lempar wacana yang ada.
     Hingga akhirnya Hasan kawin dengan Kartini dan pada awalnya berbahagia sentosa raya. Tentu tak lama pula, datanglah masa sengsara, Hasan dan Kartini mulai saling bertengkar. Dan pertengkaran ini pun berujungkan perpisahan. Sumber konfliknya adalah, utamanya ketidaksukaan gaya hidup modern Kartini. Hasan masih memendam cara pikir yang konservatifnya ternyata. Dan memang begitulah.
     Dalam keterlibatan ia berkecimpung dalam dunia kaum “ATHEIS”, ia masih mendekap erat pandangan-pandangan masa lalunya. Dan pertentangan pikiran ini cukup menyiksa hari-hari Hasan. Yang hanya sanggup diobati, awalnya, dengan impian akan keanggunan Kartini, tetapi selain itu Hasan pun berhadapan dengan penderitaan fisik berupa penyakit paru-paru yang dideritanya.
     Suatu hari Hasan mengetahui bahwa di suatu hotel Anwar pernah berniat memperkosa Kartini, dalam marah ketika berjalan mencari Anwar, ia ditembak oleh tentara Jepang yang menuduhnya mata-mata. Hasan tersungkur oleh terjangan peluru dan mengucap takbir ( Allahuakbar ), sisa-sisa relijiusitas ayng terpendam dihatinya selama ini keluar juga akhirnya. Ia mati di penjara sebab dikabarkan tak sanggup menahan siksa. Kartini sangat sedih dan terpukul begitu mendengar kabar kematian Hasannya tercinta.

Tenggelamnya Kapal Van Der Wick

SINOPSIS :
Zaenuddin berhasil kembali ke kampung halamannya setelah diberi izin oleh Mak Base, orang tua angkatnya. Selama ini dia tinggal di negeri orang, yaitu di Makasar. Hal ini disebabkan ayahnya dulu telah diusir dari Batipuh, karena telah membunuh Datuk Mantari Labih. Datuk Mantari Labih ini dibunuh oleh pendekar Sutan, ayah kandung Zainuddin itu, karena Datuk Mantari Labih berusaha merebut harta warisan milik ayah Zainuddin. Akibat pembunuhan itu, Pendekar Sutan dibuang atau diusir dari tanah leluhurnya dan lari ke Mengkasar. Di Mengkasar, Pendekar Sutan kawin dengan Daeng Habibah. Dari hasil perkawinan dengan Habibah itu, lahirlah Habibah. Setelah ayahnya meninggal, Zainuddin diangkat anak oleh Mak Base yang baik hati itu.
Ketidakadilan yang menimpa ayahnya dulu itu akibat adat istiadat yang melekat di daerahnya itu, sekarang betul-brtul dirasakannya sendiri. Karena Zainuddin bukan orang Padang asli, karena dia mempunyai ibu yang bukan asli Minagkabau atau Batipuh itu, hubungan cintanya dengan Hayati seakan sebagai penghalang besi yang sulit ditembus. Semakin besar lagi halangan cinta kasihnya dengan Hayati, yaitu dia termasuk pemuda yatim piatu yang miskin. Tapi walaupun begitu hubungan cinta kasih mereka masih tetapa saja berlangsung. Zainuddin yang waktu itu tinggal di Padang Panjang selalu berkirim-kirim surat pada Hayati yang ada di Batipuh.
Suatu hari Hayati pergi ke Padang Panjang untuk melihat pasar malam. Tentu saja sebelum berangkat kesana, kepergiannya itu telah diberi tahu lewat surat kepada Zainuddin. Jadi pada dasarnya kepergiannya itu hanyalah ingfin bertemu dengan Zainuddin. Dan keduanya memang sama-sama rindu hendak bertemu kasih.
Di Padang Panjang Hayati tinggal di rumah sahabatnya, yaitu Khatidjah. Dan mereka telah berjanji akan bertemu di rumah sahabatnya itu dengan Zainuddin. Tapi tanpa diduga, ternyata pertemuan cinta kasih mereka harus terhalangi oleh orang ketiga, sebab ternyata kakaknya Khatidjah rupanya menaruh hati juga pada Hayati. Puncak persaingan antara kedua pemuda itu terhadap Hayati yaitu ketika keduanya sama-sama mengirim surat untuk Hayati kepada orang tua Hayati. Zainuddin waktu itu, walaupun sebenarnya bukan seorang pemuda miskin lagi karena dia baru saja menerima warisan dari Mak Base yang baru meninggal dunia dan tidak berusaha menjelaskan kepada keluarga Hayati bahwa dia sudah kaya, harus mnerima pil pahit, yaitu lamarannya ditolak oleh orang tua Hayati. Sedangkan yang sebagai pemenang adalah Aziz, karena Aziz seperti diketahui oleh orang tua Hayati selama ini adalah seorang pemuda kaya.
Zainuddin akibat kenyatannya ditolaknya lamarannya itu kemudian jatuh sakit. Sedangkan Hayati mnejadi sedih dan was-was hidup dengan seorang pemuda Aziz yang tidak dicintainya sedikitpun itu. Aziz juga merupakan seorang pemuda yang berperangai jelek, sehingga membuat tidak berbahagia kelurga itu.
Atas saran Muluk, sahabatnya, Zainuddin kemudian pindah ke Jakarta. Di Jakarta Zainuddin menjadi seorang penulis. Tulisannya makin lama makin banyak, sehingga dari mulai dikenal oleh banyak orang. Selanjutnya dengan ditemani oleh sahabat karibnya itu, Zainuddin pindah ke Surabaya. Di Surabaya diapun menjadi seorang penulis yang produktif. Namanya terkenal di masyarakta Surabaya. Dia juga dikenal menjadi seorang penulis yang kaya dan sangat dermawan.
Karena tugas pekerjaannya, oleh pemerintah Aziz ditempatkan di Surabaya, sehingga keluarga ini harus tinggal di Surabaya. Akibat berikutnya, mereka bertemu lagi dengan Zainuddin yang sangat Hayati cintai itu.
Akibta kecerobohan dan kelalaian Aziz dalam menjalankan pekerjaannya Aziz dipecat dari pekerjaannya. Selama menganggur itu Hayati dan suaminya Aziz itu tinggal di rumah Zainuddin yang sangta dermawan itu. Lama-kelamaan, Aziz merasa malu juga tinggal di rumah Zainuddin dengan keadaan yang menganggur dan taka punya uang. Sedangkan Zainuddin sendiri sungguh sangat baik dalam menerima mereka. perlakuan Zainuddin yang demikian baik itu sungguh telah membuat Aziz menjadi sangat rikuh dan malu. Karena tidak tahan menanggung rasa yang makin lama makin besar itu, akhirnya Aziz pergi meninggalkan Hayati entah kemana. Baru beberapa lama kemudian, Aziz mengirim dua pucuk surat, yang satu untuk Hayati istrinya dan yang satu lagi untuk Zainuddin. Surat untuk Hayati berisikan bahwa dia telah menceraikan Hayati. Sedangkan isi surat untuk Zainuddin, yaitu Aziz menyerahkan Hayati kepada Zainuddin agar Zainuddin mau menerima Hayati sebagai istrinya. Rupanya itu pesan terakhir dari Aziz, yang tak lama kemudian meninggal dunia.
Sebenarnya hati Zainuddin memang masih sangat mencintai Hayati dan masih berharap agar Hayati bisa jadi istrinya. Namun karena kekerasan hatinya yang diliputi oleh rasa dendam karena dulunya lamarannya ditolak oleh orang tua Hayati, penyerahan Hayati itu dia tolak. Malah dia suruh pulang kampong. Betapa hancur hati Hayati menerima kenyataan itu. Kemudian dia pulang dengan menumpang kapal Van Der Wijck esoknya. Ketika kapal telah berangkat membawa Hayati pulang, tiba-tiba kesadaran Zainuddin muncul lagi, bahwa dia sebenarnya sangat mendambakan Hayati. Dengan tergesa-gesa dia berangkat menyusul Hayati ke pelabuahn, namun kapal Van Der Wijck sudah berangkat. Hati Zainuddin sangat sedih dan menyesali perbuatannya. Dia semakin sedih dan hancur, ketika besoknya dia membaca Koran terkabarkan bahwa kapal Van Der Wijck telah tenggelam. Secepat kilat Zainuddin berangkat ke Tuban bersama sahabat karibnya, Muluk untuk menemui kekasih hatinya yang sedang berbaring di rumah sakit Tuban. Itulah pertemuan terakhir mereka, Hayati meninggal di rumah sakit itu, di dalam pelukan Zainuddin.
Akibat kejadian yang sangat disesalkan dan disedihkan itu, Zainuddin terus sakit-sakitan. Dan akhirnya meninggal dunia. Oleh Muluk jazad Zainuddin dimakamkan bersebelahan dengan Hayati.

Azab dan Sengsara

Sinopsis

Di kota Siparok hiduplah seorang bangsawan kaya raya yang memiliki seorang anak laki-laki dan seorang perempuan (yang perempuan tidak dijelaskan oleh pengarang). Anaknya yang laki-laki bernama Sutan Baringin. Dia sangat dimanja oleh ibunya. Apapun yang dimintanya selalu dipenuhi dan bila ia melakukan kesalahan, ibunya selalu membelanya. Akibatnya, setelah dewasa ia tumbuh menjadi seorang pemuda yang angkuh, bertabiat buruk, serta suka menghambur-hamburkan harta orang tuanya.
Kedua orang tuanya menikahkan Sutan Baringin dengan Nuria, seorang wanita yang berbudi luhur pilihan ibunya. Namun, kebiasaan buruk Sutan Baringin tetap dilakukannya sekalipun ia telah berkeluarga. Ia tetap berfoya-foya menghabiskan harta benda kedua orang tuanya, bahkan ia sering berjudi dengan Marah Sait, seorang pokrol bambu sahabat karibnya. Ketika ayahnya meninggal, tabiat buruknya semakin menjadi-jadi. Bahkan ia tidak sungkan-sungkan untuk menghabiskan seluruh harta warisan untuk berjudi. Akibatnya, hanya dalam waktu sekejap saja, harta warisan yang diperolehnya terkuras habis. Ia pun jatuh bangkrut dan memiliki banyak utang.
Dari perkawinannya dengan Nuria, Sutan Baringin mempunyai dua orang anak. Yang satu adalah perempuan bernama Mariamin, sedangkan yang satunya lagi laki-laki (yang laki-laki tidak diceritakan pengarang). Mariamin sangat menderita akibat tingkah laku ayahnya. Ia selalu dihina oleh warga kampung, karena hidupnya sengsara, cinta kasih wanita yang berbudi luhur ini dengan Aminuddin pun mendapat halangan dari kedua orang tua Aminuddin.
Aminuddin adalah anak Baginda Diatas, yaitu seorang bangsawan kaya raya yang sangat disegani di daerah Siparok. Sebelumnya, ayah Bagianda Diatas dengan ayah Sutan Baringin adalah kakak beradik. Sejak kecil, Aminuddin bersahabat dengan Mariamin. Setelah keduanya beranjak dewasa, mereka saling jatuh hati. Aminuddin sangat mencintai Mariamin. Dia berjanji untuk melamar Mariamin bila dia telah mendapatkan pekerjaan. Kehidupan Mariamin yang miskin bukan merupakan penghalang bagi Aminuddin untuk menikahi gadis itu.
Aminuddin memberitahukan niatnya untuk menikahi Mariamin kepada kedua orang tuanya. Ibunya tidak merasa berkeberatan dengan niat tersebut. Dia telah mengenal Mariamin. Selain itu, keluarga Mariamin sebenarnya masih kerabat mereka. Dia juga merasa iba terhadap keluarga Mariamin yang miskin sehingga bila gadis itu menikah dengan anaknya, keadaan ekonomi keluarga Mariamin bisa terangkat lagi.
Sebaliknya, ayah Aminuddin, Baginda Diatas, tidak menyetujui rencana pernikahan tersebut. Dia tidak ingin dipermalukan oleh masyarakat sekitar kampungnya karena perbedaan status sosial antara keluarganya dengan keluarga Mariamin. Dia adalah keluarga terpandang dan kaya raya, sedangkan keluarga Mariamin hanyalah keluarga yang sangat miskin. Namun, ketidaksetujuannya tidak ia perlihatkan kepada istri dan anaknya.
Dengan cara halus, Baginda Diatas berusaha menggagalkan pernikahan anaknya. Ia mengajak istrinya untuk menemui seorang peramal yang sebelumnya telah ia pesankan agar memberikan jawaban yang sangat merugikan pihak Mariamin. Baginda Diatas dan istrinya pun menjumpai peramal itu. Dengan disaksikan langsung oleh istri Bagianda Diatas, sang peramal yang telah bekerja sama dengan Baginda Diatas meramalkan perkawinan Aminuddin dengan Mariamin. Dia memberikan jawaban yang sangat memihak Baginda Diatas. Dengan tegas, dia mengatakan bahwa Aminuddin akan mengalami nasib buruk apabila ia menikah dengan Mariamin. Setelah mendengar jawaban dari peramal tersebut, ibu Aminuddin tidak bisa berbuat banyak. Dengan terpaksa, dia menuruti kehendak suaminya untuk mencarikan jodoh yang sesuai untuk Aminuddin.
Setelah menemukan calon yang sesuai dengan keinginan mereka, orang tua Aminuddin segera melamar wanita tersebut. Pada saat itu, Aminuddin sedang berada di Medan untuk mencari pekerjaan agar dia bisa segera melamar Mariamin. Baginda Diatas segera mengirim telegram ke Medan yang isinya meminta Aminuddin untuk menjemput calon istri dan keluarganya di Stasiun Kereta Api Medan. Menerima telegram tersebut, hati Aminuddin merasa gembira. Dalam hatinya telah terbayang wajah Mariamin. Setelah ia mengetahui bahwa calon istrinya bukan Mariamin, hatinya sangat hancur. Namun sebagai anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dengan terpaksa dia menikahi perempuan tersebut. Aminuddin segera memberitahukan kenyataan itu kepada Mariamin.
Mendengar kenyataan itu, hati Mariamin sangat sedih. Dia langsung tidak sadarkan diri. Tak lama kemudian, dia pun jatuh sakit. Setahun setelah kejadian tersebut, Mariamin dan ibunya terpaksa menerima lamaran Kasibun, seorang kerani di Medan. Pada waktu itu, Kasibun mengaku belum beristri. Mariamin pun kemudian dibawa ke Medan. Namun, sesampainya di Medan, terbuktilah siapa sebenarnya Kasibun. Dia hanyalah seorang lelaki hidung belang. Sebelum menikah dengan Mariamin, dia telah beristri, yang ia ceraikan karena hendak menikah dengan Mariamin. Hati Mariamin sangat terpukul mengetahui kenyataan itu. Namun, sebagai istri yang taat beragama, walaupun dia membenci dan tidak mencintai suaminya, dia tetap berbakti kepada suaminya.
Kasibun sering menyiksa Mariamin. Ia memperlakukan Mariamin seperti pembantu. Perlakuan kasar Kasibun terhadap Mariamin semakin menjadi setelah Aminuddin datang mengunjungi rumah mereka. Dia sangat cemburu kepada Aminuddin. Menurutnya, sambutan istrinya terhadap Aminuddin melewati batas. Padalal, Mariamin menyambut Aminuddin dengan cara yang wajar. Kecemburuan yang membabi buta dalam diri Kasibun membuat ia kehilangan control. Ia bahkan menyiksa Mariamin terus menerus.
Perlakuan Kasibun yang selalu kasar kepadanya, membuat Mariamin menjadi hilang kesabarannya. Dia tidak tahan lagi hidup menderitan dan disiksa setiap hari. Akhirnya, dia melaporkan perbuatan suaminya kepada kepolisian di Medan. Sebelumnya, dia menuntut cerai kepada suaminya. Permintaan cerainya dikabulkan oleh Pengadilan Agama Padang.
Setelah resmi bercerai dengan Kasibun, dia kembali ke kampung halamannya dengan hati yang hancur. Hancurlah jiwa dan raganya. Kesengsaraan dan penderitaan batin dan fisiknya yang terus mendera dirinya menyebabkan ia mengalami penderitaan yang berkepanjangan hingga akhirnya kematian datang menghampiri dirinya. Sungguh tragis nasibnya.